Google

Wednesday, December 26, 2007

SI SUKSES : Pak Heri dari Bogor


Vivere pericoloso. Demikian slogan yang kira-kira berarti menyerempet-nyerempet bahaya ini banyak dijalani oleh lelaki asal Bogor ini. Menikah di usia muda, menjadikannya pejuang tangguh, serta membawanya pada jenjang sukses sebagai agen koran di kota Bogor. Kabarnya, bila ingin sukses diraih, maka sesekali serempetlah bahaya.

Pak Heri, demikian dia biasa dipanggil. Pangkalan korannya berupa tenda, dengan gudang mobil Espass-nya terlihat tiap hari di dalam kawasan Taman Topi Bogor. Dengan jangkauan distribusi se Bogor dan sebagian wilayah Sukabumi menjadikan Pak Heri agen yang paling banyak dicari penerbit koran dan majalah saat ini. Ditambah lagi, riwayat pembayaran yang bagus, menjadi catatan tersendiri bagi agen ini. Selain menguasai ratusan pengecer, pak Heri dengan Heri agency-nya juga melayani ratusan pelanggan serta memiliki beberapa kios koran sendiri.

Adakah semua kesuksesan pak Heri yang lahir di Bogor 28 Juni 1966 ini dicapai dalam waktu satu malam? Berikut kisah perjuangannya, yang bisa kita ambil tauladannya.

Awalnya sebagai Pengecer.

Tahun 1995 adalah titik awal kehidupan Pak Heri. Menikah pada usia muda, pak Heri kembali ke Bogor setelah bertahun-tahun mengadu nasib di Jakarta. Mulanya dia hanya tenaga security yang kemudian menjadi tenaga gudang di sebuah pabrik pembuatan pakan ayam. Kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik, karena gaji yang tak lagi cukup memenuhi kebutuhan, membuat lelaki ini memutuskan kelur dari pekerjaannya dan memutuskan merintis bisnis sendiri.

Memulai usahanya dengan berjualan baju, pak Heri mantap menapakkan langkahnya. Di sela istrihatnya di hari Sabtu dan Minggu, dia ikut-ikut tetangganya yang menjadi pengecer koran untuk berjualan beberapa koran (belakangan, hingga meninggalnya, sang tetangga ini tetap menjadi pengecer koran). Malang tak dapat diraih, mujur tak dapat ditolak; usaha jualan bajunya kurang berkembang dengan baik, sehingga pak Heri memutuskan fokus menjadi pengecer koran.

Setiap pagi, dia membeli koran di seorang agen di Pasar Bogor. Dengan omzet 80 ribu sehari, dia menjajakan dagangannya keliling kota Bogor dengan BERJALAN KAKI. Semua dijalaninya hingga tahun 2000. Namun, karena merasa tak ada peningkatan berarti dari usahanya menjadi pengecer koran, pak Heri tergoda untuk kembali bekerja. Menjadi karyawan di sebuah pabrik sepatu hingga tahun 2005. Pak Heri diberhentikan karena kontrak kerjanya habis.

Fokus, ulet dan kerja keras.

Ini adalah titik balik. Selepas dari PHK pabrik sepatu itu, pak Heri tak lantas tenggelam dalam kesedihan. Dengan modal 5 juta rupiah, dia mulai menghubungi teman-teman dan jaringan lamanya di bisnis koran. Dan mulai pak Heri menjadi sub agen, atau naik pangkat ketimbang 5 tahun lalu yang hanya pengecer kecil. Dengan fokus, ulet dan tak kenal lelah, pak Heri tetap berkeliling bogor untuk mengembangkan jaringan korannya. Semua dijalani sendiri, tanpa merasa risih atau canggung. Dari awalnya 10 pengecer, hingga kini jumlah pengecernya sudah lebih dari 150 orang.

Menjadi sub agen dengan jaringan yang luas, adalah berkah tersendiri. Penerbit-penerbit mulai meliriknya. Hingga, datanglah utusan dari koran SINDO yang menjadikannya agen utama di kota Bogor.

Kini, dengan jaringannya, omzet yang diraih pak Heri tak kurang dari 100 juta per bulan. Dengan keuntungan rata-rata 20%, maka gaji karyawan penerbitpun tak bisa menyamai pendapatan pak Heri saat ini.

Bapak 3 anak, dengan 1 cucu ini kita tinggal menikmati buah kerja keras dan keuletannya dengan rumahnya yang adem di bilangan Ciomas, mobil serta motor dan anak-anak yang sebagian telah menyelesaikan banku kuliah. “Ini adalah pelabuhan terakhir”, ujarnya mantap. Dan dengan menerawang, pak Heri kini tinggal mengejar satu impiannya : memiliki lokasi jualan yang permanen, sehingga anak-anaknya bisa ikut mewarisi bisnisnya ini. (BAS)